Tantangan Menulis 30 Hari: Hari Kedua Puluh Sembilan

Tujuanku di masa depan

Di tahun 2017, ada keputusan besar yang diambil dalam hidupku. Aku memutuskan untuk rehat dari pekerjaanku saat itu dan mendaftar kuliah lagi. Aku tidak ingat betul, apa alasanku untuk memutuskan hal tersebut. Namun, hal yang aku ingat betul adalah keputusan itu sudah aku pikirkan dari tahun 2015. Butuh banyak pemikiran dan pertimbangan serta obrolan dengan orang lain hingga aku bulat dengan keputusanku sendiri.

Kemudian di tahun 2018, aku mendaftar untuk masuk S2. Pada sesi wawancara, aku ditanya mengenai alasan mengapa masuk ke jurusan yang aku pilih tersebut. Saat itu, aku menjawab karena ingin menolong lebih banyak orang. Ketika dosen yang mewawancarai bertanya lebih lanjut, “menolong kan bisa dilakukan tanpa berkuliah lagi?” aku menjawab bahwa aku butuh lebih banyak ilmu dan pengalaman untuk menolong lebih banyak orang dan profesiku kelak setelah lulus kuliah S2 juga akan lebih memudahkan untuk melakukan itu semua. Kurasa jawabanku belum terlalu memuaskan, tapi ternyata aku lolos seleksi masuk S2.

Proses kuliah selama S2 tidak mudah tapi sangat menyenangkan. Tentu aku tidak mau mengulang lagi proses perkuliahaan, apalagi dengan praktek di lapangan dan pengerjaan tesis, tapi aku menemukan banyak hal menyenangkan yang membentuk diriku saat ini dan kenangan yang bisa terus kuingat serta kuceritakan ke banyak orang nantinya. Selain itu, aku juga kembali memaknai tujuanku untuk kuliah. Tanpa sengaja aku bertemu dengan istilah “ikigai”. Ikigai adalah istilah dalam bahasa Jepang yang berarti sesuatu yang membuat hidupmu lebih berarti, bermakna, atau bertujuan. Aku kemudian kembali mempertanyakan apakah mungkin tujuanku untuk kuliah sebenarnya adalah tujuan dalam hidupku? Karena profesi yang akan kutekuni setelah lulus kuliah S2 selesai akan berkaitan dengan menolong orang lain. Itu berarti, sepanjang hidupku nantinya akan berisi kisahku dalam aku menolong orang lain. Apakah aku akan senang untuk melakukan hal tersebut hingga waktu yang mungkin akan sangat lama?

Kembali kuteringat ketika praktek di lapangan semasa kuliah semester 3 dan 4. Melelahkan sekali, secara fisik dan emosional, ketika menjalani proses tersebut. Bertemu dengan banyak orang baru, memahami apa saja yang telah terjadi dalam hidupnya, membantu memetakan masalah yang mereka alami, dan juga membantu agar mereka bisa memaksimalkan potensi yang dimiliki walaupun ada permasalahan yang harus diatasi. Tapi anehnya, aku senang melakukannya. Memang akan ada hari-hari yang membuatku kesulitan untuk bangun dari tempat tidur dan malas bertemu orang-orang. Tapi ternyata selama itu pula aku mampu bertahan hingga akhirnya menyelesaikan sesi dengan orang-orang tersebut.

Begitu pula ketika diminta untuk membantu proses konseling dengan beberapa orang. Banyak masalah yang harus kudengarkan dari beragam orang dengan berbagai latar belakang. Tentu melelahkan. Tapi sepulang dari sesi, entah mengapa aku merasa lebih berenergi dan suasana hatiku sangat baik. Kadang aku tak sabar untuk bertemu kembali dengan orang-orang tersebut, mendengar perkembangan mereka, dan berbincang dengan banyak hal dengan mereka.

Bukankah itu semua menunjukkan bahwa menolong orang lain adalah sesutu yang membuat hidupku lebih berarti, lebih bermakna, dan lebih bertujuan?

Aku memahami bahwa mungkin penjelasanku ini tidak bisa diterima oleh semua orang.

Tapi sesungguhnya aku tidak terlalu peduli. Karena aku sudah terlalu gembira. Akhirnya aku bisa menemukan tujuan di masa depanku, yaitu menolong orang lain.

Leave a comment